Jumat, 27 Mei 2011

Kenangan di Desa Kenanga

sebenarnya saya membuat cerpen ini untuk dibukukan, tapi karena deadline-nya sudah lewat, jadi saya masukkan ke blog saya saja. hehe
maaf ya kalau jelek, mohon dimaklumi saja,, selamat membaca :)

Kenangan di Desa Kenanga
By Fujimoto Ayumu

“1… 2… 3… 4… 5… 6… 7… 8… 9… 10… CEM!” anak perempuan itu membuka matanya dan langsung mencari teman-temannya. Mereka bermain petak umpat dengan senangnya.



“Roma! Apel!” katanya riang saat menemukan salah satu temannya.

“Re? kenapa kamu? Ko senyum-senyum sendiri?” kata mamah, yang sedikit mengagetkanku.
Aku tersenyum, terbayang masa-masa kecilku dulu, di rumah nenekku di Desa, Desa Kenanga. “eh mamah, engga mah, cuma lagi seneng aja ngeliat anak-anak kecil itu mainan petak umpet, jadi keinget masa kecil Rere sama temen-temen.”

Bersama Adam, Kika, Farel, Deka, Lola dan teman-temanku yang lain, teman masa kecilku. Yang kini sebagian dari merekapun sudah kuliah di luar kota, dan sebagian yang lain masih ada yang menetap di desa.

Aku pindah dari rumah nenekku sejak umur 13 tahun, tepatnya saat aku baru masuk SMP. Kedua orangtuaku yang menginginkan aku bersekolah disana, di kota tempat papah mencari nafkah. Sebenarnya mereka menginginkan aku pindah saat aku kelas 4 SD karena Papah dipindahkan tempat kerja. Tapi aku tidak mau, aku betah tinggal di desa ini, aku mencintai desa ini. Karena aku tidak ingin mengecewakan orangtua ku, akhirnya kuputuskan bahwa aku akan menyelesaikan sekolah dasar ku dulu, baru aku mau pindah ke kota. Karena aku anak tunggal, akhirnya mamah juga tetap tinggal bersamaku di rumah nenek. Papah tinggal sendirian di kota, namun dia tetap rajin menjumpai kami setiap akhir pekan.

Dan kini, aku sudah menginjak usia 19 tahun, tapi kecintaanku kepada Desa Kenanga tidak pernah pudar. Aku mencintai pemandangannya yang begitu indah, begitu sejuk, dan begitu menyenangkan, apalagi jika aku teringat masa kecilku dulu, bersama teman-temanku. Dan keadaan alamnya itulah yang kurindukan, hijaunya desa, yang jarang aku lihat di kota, yang membuat kerinduanku memuncak akan Desa Kenanga.

Sudah 2 tahun aku tidak mengunjungi nenekku disana. mengingat Papah semakin disibukkan oleh pekerjaannya, dan aku yang disibukkan dengan kuliahku.

“Re, denger kata Mamah nggak sih?” ucap Mamah setengah berteriak sambil melambaikan tangannya di depan wajahku.

“Maaf maaf Mah, tadi Mamah bilang apa?” kataku kaget. Aku baru tersadar kembali dari lamunanku, bayangan akan masa kecilku.

“Aduh Re, Mamah dari tadi udah ngomong panjang lebar ternyata kamu nggak ngedengerin Mamah sedikitpun.” Kata Mamah sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

“Sorry Mah, Rere lagi kangen banget nih sama temen-temen Rere di Desa. Udah 2 tahun kan kita nggak kesana.” Kataku dengan wajah memelas dengan harapan Mamah mau mengajakku kesana.

“Kamu kan tau sendiri gimana sibuknya Papah, Re.”
Aku hanya mengangguk kecil, mencoba mengerti bagaimana keadaan Papah.

“Oiya, Mamah hampir lupa kan, Mamah tadi nyuruh kamu buat beliin bumbu-bumbu dapur di warung depan. Ini daftar bumbu-bumbunya.” memberikan kertas daftar bumbu-bumbu yang harus dibelinya padaku.
*

Hari ini, pagi-pagi sekali, Mamah mengajakku pergi. Entah ingin pergi kemana, Mamah hanya bilang padaku kalau aku harus bergegas menyiapkan pakaianku untuk menginap di suatu tempat selama 3 hari. Setelah selesai, aku keluar kamar dan menemui Mamah di ruang makan.

“Papah kemana, Mah? Nggak ikut sarapan dengan kita?” tanyaku heran.

“Tadi Papah udah duluan sarapan dan pergi, ada tugas di kantor katanya.” Jawab Mamah sambil menyiapkan makanan, hmm sepertinya untuk bekal perjalanan.

Ketika Mamah selesai meyiapkan bekal, aku juga sudah menyelesaikan sarapanku. “sudah selesai kan? Yuk berangkat!” suara Mamah terdengar sangat bersemangat. Aku hanya mengangguk.

Kata Mamah, kami akan pergi menggunakan bus, dan sebelumnya, kami menaiki angkot untuk menuju terminal. Hanya itu yang aku tau. karena sedari pagi aku sudah mendesak Mamah untuk memberitahuku kemana kami akan pergi, tapi hasilnya nihil. Mamah hanya berkata, “Sudah ikut saja.” atau juga hanya menjawab dengan senyuman terbaiknya, senyuman seorang ibu yang mampu melelehkan hatiku, hingga aku tak dapat menolak permintaannya.

Jadi, sejak saat itu, aku hanya pasrah saja. Mau dibawa kemana oleh Mamah, aku yakin dia tidak punya maksud yang tidak baik. Seperti akan membuangku, menjualku, atau apapun itu. hahaha! Tidak tidak! Itu hanya pengetahuan yang ku dapatb dari sinetron yang tidak bermutu! Sama sekali tak terlintas dipikiranku bahwa Mamah akan berbuat seperti itu. ya, karena Mamahku adalah Mamah yang terbaik seduniaaaa.

Aku tertidur di Bus, dan ketika aku terbangun, aku melihat hijaunya sawah terbentang, pemandangan yang indah yang aku rindukan. Ya, Desa Kenanga. Tunggu! Apakah aku bermimpi? Aku mencubit diriku sendiri. Mengucek mataku. Berharap ini kenyataan, bukan sekedar mimpi.

Rupanya Mamah tersadar dengan apa yang kulakukan, Mamah tersenyum dan berkata, 

“Kamu gak lagi mimpi ko Re. ya, ini Desa Kenanga.”
Hah ini bukan mimpi? Aku tersenyum ringan, mengecup pipi Mamah, “Makasih Mah, aku sayang Mamah.” Lalu kupeluk Mamah. Pelukannya yang hangat, membuatku semakin bahagia.

Begitu sampai di Terminal Desa Kenanga, Paman Adi menghampiri kami, membawakan barang-barang kami menuju mobil pick-up yang biasa dipakai untuk mengangkut sayur-sayuran hasil perkebunan Kakek. Paman Adi adalah Adik Mamah yang paling muda, dia bekerja membantu kakek di perkebunan.

Begitu aku sampai, Nenek, Kakek, dan saudara-saudaraku yang lain sudah menunggu di depan, menyabut kedatanganku dan Mamah. Aku tersenyum lebar, berlari menaiki undakan tangga kecil menuju mereka, tetapi sebelum aku menyelesaikan undakan terakhir, tiba-tiba …

“Happy birthday to you.. Happy birthday to you.. Happy birthday~ Happy birthday~ Happy birthday to you ..”

Aku kaget, melihat teman-temanku yang muncul dari balik pintu, menynyikan lagu Happy Birthday dan membawa Bolu ulang tahun yang diatasnya di hiasi lilin-lilin kecil berjumlah 19. Ya, teman-teman masa kecilku yang aku rindukan, kini mereka ada di hadapanku.

“Hey! Ayo cepat tiup lilinnya! Kau tidak mau kan kalau bolunya terkena lelehan lilin-lilin ini?” kata Kika dengan wajah cemberutnya karena memegangi kue itu sedari tadi. ya, kelakuannya ternyata masih sama seperti dulu. Hahaha … aku tersenyum lalu hendak meniup lilin-lilin itu.

“Re, ucapkan permohonanmu dulu, baru tiup lilinya. Aduh bagaimana kamu ini? ckckck” ucap Deka padaku.

Aku menutup mataku, mengucapkan permohonan di dalam hatiku. Lalu ku tiup lilin-lilin di atas bolu itu.

“Terimakasih ya teman-teman, kalian masih ingat ulangtahunku, aku saja bahkan lupa kalau hari ini adalah hari ulangtahunku. Hehe…”

“Iya, sama-sama, Re. oiya, ngomong-ngomong, apa permintaanmu sebelum meniup lilin?” tanya Farel penasaran.

“Hmm, rahasia.” Jawabku singkat sambil tersenyum meledek.

“Oiya, makasih juga ya buat semuanya yang ada disini, terutama Mamah yang udah ngajak aku kesini, makasih Mam.” Lanjutku berterimakasih kepada semua yang ada di rumah ini. Mamah hanya membalas dengan senyumnya yang menawan.

Selanjutnya, mereka satu persatu memberikanku ucapan selamat ulangtahun kepadaku. Hari ini aku bahagia, sangat bahagia hingga sulit untuk diucapkan dengan kata-kata. Ini adalah ulang tahun yang terindah dari sekian banyak ulangtahun yang pernah dirayakan sebelumnya. Sangat berkesan.

Aku berharap, kebahagiaan dan kenangan di Desa Kenanga ini tidak hanya sampai disini. Tapi akan terus berlanjut besok, lusa, minggu depan, bulan depan, tahun depan, dan untuk selama-lamanya.
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar