Senin, 14 Maret 2011

Adab Menerima Tamu

Adab Menerima Tamu :

1.      Menerima tamu dengan ikhlas

2.      Jangan hanya mengundang orang-orang kaya untuk jamuan dengan mengabaikan/melupakan orang-orang fakir. Rasululloh SAW bersabda:“Seburuk-buruk makanan adalah makanan pengantinan (walimah), karena yang diundang hanya orang-orang kaya tanpa orang-orang faqir.” (Muttafaq’ alaih).

3.      Tidak memaksakan diri untuk mengundang tamu. Di dalam hadits Anas Radhiallaahu anhu ia menuturkan:“Pada suatu ketika kami ada di sisi Umar, maka ia berkata: “Kami dilarang memaksa diri” (membuat diri sendiri repot).” (HR. Al-Bukhari)

4.      Menjawab salam saudara kita sesama muslim berarti merealisasikan sunnah Rosululloh dan menunaikan hak sesama muslim. Dari Abu Hurairoh berkata: Saya mendengar Rosululloh bersabda: “Hak orang muslim terhadap muslim lainnya ada lima; Menjawab salam… ”. Adapun apabila ahli kitab yang mengucapkan salam, maka jawabannya cukup hanya dengan ucapan “alaik” atau “alaikum” saja, sebagaimana keterangan yang lalu.



5.      Menerima tamu dengan membuka pintu atau berada dibalik pintu tetapi dengan kata-kata yang sopan dan volume standar tanpa perlu berteriak-teriak, walau maksudnya agar terdengar. Serta memanggil orang yang ingin ditemui tamu dengan cara mencari orang yang dicari tersebut, menagatakannya pelan-pelan tanpa perlu berteriak-teriak.. contoh ; “Mau cari si A ya mba ? tunggu sebentar yah”, dan kemudian si penerima tamu mencari orang yang ingin ditemui tersebut.
 6. Disunahkan mengucapkan selamat datang kepada para tamu sebagaimana hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya tatkala utusan Abi Qais datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau bersabda
مَرْحَبًا بِالْوَفْدِ الَّذِينَ جَاءُوا غَيْرَ خَزَايَا وَلاَ نَدَامَى
         “Selamat datang kepada para utusan yang datang tanpa merasa terhina dan
          menyesal.” (HR. Bukhari)

7.      Berpakaian yang sopan/pantas
Sebagaimana orang yang bertamu, tuan rumah hendaknya mengenakan pakaian yang pantas pula dalam menerima kedatangan tamunya. Berpakaian pantas dalam menerima kedatangan tamu berarti menghormati tamu dan dirinya sendiri. Islam menghargai kepada seorang yang berpakaian rapih, bersih dan sopan. Rasululah SAW bersabda yang artinya: “Makan dan Minunmlah kamu, bersedekahlah kamu dan berpakaianlah kamu, tetapi tidak dengan sombong dan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah amat senang melihat bekas nikmatnya pada hambanya.” (HR Baihaqi)

8.      Boleh Menolak Tamu. Alloh memberi wewenang kepada shohibul bait untuk menentukan sikap terhadap tamu yang datang antara menerima dan menolak. Jika
memang harus menolaknya karena suatu hal, maka hendaknya dia menolak
dengan sopan, menyampaikan udzurnya dan dengan adab yang baik. Dari Abu Hurairah dari Nabi Beliau berkata: “… barang siapa yang beriman kepada Alloh dan hari akhir maka hendaknya memuliakan tamunya, dan barang siapa yang beriman kepada Alloh dan hari akhir maka hendaknya bicara yang benar atau diam. “    

9.      Berjabat Tangan. Ketika bertemu dengan tamu saudara sesama muslim, disunnahkan berjabat tangan sebagaimana amalan para sahabat Nabi Muhammad. Dari Jabir bin Abdulloh bahwasanya dia berkata: “Saya datang kepada Rosululloh untuk membayar hutang ayahku, aku mengetuk pintu rumahnya. Beliau bertanya: “Siapa itu? Dari Al-Barro’ bin Azib ia berkata: Rosululoh bersabda: Tidaklah dua orang Islam yang saling bertemi lalu berjabat tangan melainkan Alloh akan mengampuni keduanya selagi belum berpisah.  Tetapi bila tamunya wanita yang bukan mahrom, maka dilarang berjabat
tangan. Karena Rosululloh sepanjang hidupnya tidak pernah berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahromnya. Dari Aisyah ia berkata: “… tidaklah pernah tangan Rosululloh menyentuh tangan seorang wanitapun (yang bukan -mahromnya), kecuali budak wanita yang beliau miliki”. Bahkan dosa orang yang berjabat tangan atau menyentuh wanita yang bukan mahromnya lebih pedih daripada ditusuk kepalanya dengan jarum besi. Dari Ma’qol bin Yasar ia berkata: Rosululloh bersabda: “Sungguh kepala seorang bila ditusuk dengan jarum besi itu lebih balk dari pada menyentuh wanita yang tidak halal baginya “.

10. Mencium Tangan
Ulama berbeda pendapat tentang hukum mencium tangan orang lain. Sebagian berpendapat hukumnya haram. Seperti Imam Al-Qurthubi, Abu Sa’id Al-Mutawali dan lainnya, karena mencium tangan orang lain adalah kebiasaan orang asing dalam rangka mengagungkan pimpinannya. Sebagian lain berpendapat bahwa boleh mencium tangan orang yang ahli zuhud, ahli ilmi, orang yang shalih dan orang yang memiliki kemuliaan. Hal itu tidak dibenci bahkan disunnahkan. Tetapi jika mencium tangan orang karena kekayaannya, atau karena kedudukan urusan dunianya atau karena kekuatannya maka sangat dibenci.
          
          11. Tidak Memasukkan Tamu Lain Jenis
            Maksudnya, jika yang bertamu adalah kaum laki-laki sedangkan shohibul bait-nya  seorang wanita, maka hendaknya shohibul bait tidak segera mengizinkan para tamu untuk masuk rumah sebelum memberitahu suami atau mahromnya supaya tidak terjadi kholwat atau bersepi-sepi dengan laki-laki yang bukan mahromnya dan agar tidak menimbulkan fitnah di dalam keluarga.
 

12. Menolak Tamu Yang Membanci. Dari Ibnu Abbas ia berkata: Nabi melaknat orang laki-laki yang bertingkah laku seperti wanita dan wanita yang bertingkah laku seperti laki-laki. Beliau bersabda: "Keluarkan mereka dari rumahmu!" ia (Ibnu Abbas) berkata: Lalu Nabi mengeluarkan fulan yang banci dan sahabat Umar pun mengeluarkan fulan yang membanci. Alloh membedakan antara laki-laki dan perempuan sebagaimana yang tercantum dalam surat Ali Imron ayat 36. Laki-laki dilarang menyerupai perempuan, demikian pula sebaliknya. Mengusir orang yang membanci karena ingin membela dan mempertahankan sunnah Nabi Muhammad lebih utama dan terpuji, walaupun mendapat penilaian manusia sebagai orang yang kurang sopan. Kita beramal hanya untuk mencari ridlo Alloh, untuk mendapat pahala-Nya dan supaya dijauhkan dari siksaan-Nya; bukan untuk menyenangkan manusia apalagi mereka tidak merasa malu melanggar hukum Alloh. 

13. Menyambut Tamu Dengan Gembira
Hendaknya shohibul bait menyambut tamunya dengan penuh gembira,
wajah berseri-seri sekalipun hati kurang berkenan karena melihat sikap
atau akhlaknya yang jelek.


14. Hendaklah segera menghidangkan makanan untuk tamu, karena yang demikian itu berarti menghormatinya.
15. Jangan mengangkat makanan yang dihidangkan sebelum tamu selesai menikmatinya.
16. Mendekatkan makanan kepada tamu tatkala menghidangkan makanan tersebut kepadanya.
17. Undangan jamuan hendaknya tidak diniatkan berbangga-bangga dan berfoya-foya, akan tetapi niat untuk mengikuti sunnah Rasululloh SAW dan membahagiakan teman-teman sahabat, ataupun syukuran dalam rangka bersyukur atas nikmat yang telah diberikan Allah SWT.
18. masa penjamuan tamu adalah 3 hari sebagaimana dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
 الضِّيَافَةُ ثَلاَثَةُ أَيَّامٍ وَجَائِزَتُهُ يَوْمٌ وَلَيَْلَةٌ وَلاَ يَحِلُّ لِرَجُلٍ مُسْلِمٍ أَنْ يُقيْمَ عِنْدَ أَخِيْهِ حَتَّى يُؤْثِمَهُ قاَلُوْا يَارَسُوْلَ اللهِ وَكَيْفَ يُؤْثِمَهُ؟ قَالَ :يُقِيْمُ عِنْدَهُ وَلاَ شَيْئَ لَهُ يقْرِيْهِ بِهِ
Menjamu tamu adalah tiga hari, adapun memuliakannya sehari semalam dan tidak halal bagi seorang muslim tinggal pada tempat saudaranya sehingga ia menyakitinya.” Para sahabat berkata: “Ya Rasulullah, bagaimana menyakitinya?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Sang tamu tinggal bersamanya sedangkan ia tidak mempunyai apa-apa untuk menjamu tamunya.”
19. Jangan anda membebani tamu untuk membantumu, karena hal ini bertentangan dengan kewibawaan.
20. Jangan menampakkan kejemuan/kebosanan terhadap tamu, tetapi tunjukkanlah kegembiraan dengan kahadiran tamu tersebut
21. Antarkan sampai ke pintu halaman jika tamu pulang
Salah satu cara terpuji yang dapat menyenangkan tamu adalah apabila tuan rumah mengantarkan tamunya sampai ke pintu halaman. Tamu akan merasa lebih semangat karena merasa dihormati tuan rumah dan kehadirannya diterima dengan baik.



semoga bermanfaat :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar